Bahan Katekese BKSN 2022 Pertemuan II; Pahami Teks Kitab Sucinya

Sub tema untuk pertemuan kedua bahan katekese Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) tahun 2022 adalah ALLAH SUMBER HARAPAN UNTUK MELAWAN KETIDAKADILAN dengan motonya;“Carilah yang baik dan jangan yang jahat, supaya kamu hidup.” (Am. 5:14). Sebelum mengikuti pertemuan katekesenya, bacaan ini dapat menambah pemahaman kita berhubungan tengan tinjauan biblis dari perikop kitab suci yang menjadi dasar dari sub tema tersebut. Artikel ini diambil dari Buku Panduan Bahan Katekese BKSN 2022, Lembaga Biblika Indonesia.

Lihat juga: Tinjauan biblis sub tema katekese pertemuanpertama BKSN 2022

Teks Amos 5:14-17

14Carilah yang baik dan jangan yang jahat, supaya kamu hidup; dengan demikian TUHAN, Allah semesta alam, akan menyertai kamu, seperti yang kamu katakan. 15Bencilah yang jahat dan cintailah yang baik; dan tegakkanlah keadilan di pintu gerbang; mungkin TUHAN, Allah se­mesta alam, akan mengasihani sisa-sisa keturunan Yusuf. 16Sesungguh­nya, beginilah firman TUHAN, Allah semesta alam, Tuhanku: “Di segala tanah lapang akan ada ratapan dan di segala lorong orang akan berkata: Wahai! Wahai! Petani dipanggil untuk berkabung dan orang-orang yang pandai meratap untuk mengadakan ratapan. 17Dan di segala kebun ang­gur akan ada ratapan, apabila Aku berjalan dari tengah-tengahmu,” fir­man TUHAN.

Lihat juga: Gagasan Pendukung Bahan Katekese BKSN 2022

Penafsiran Teks

Konteks

Am. 5:14-17 masih memiliki kesatuan dengan perikop yang kita dalami dalam pertemuan pertama (Am. 5:4-6). Dalam perikop pertama, konsentrasi diarahkan kepada Tuhan. Ungkapan “carilah Tuhan” meng-arahkan pandangan orang kepada Tuhan, sebab Dia perlu didekati untuk memperoleh kehidupan. Sementara itu, dalam perikop kedua ini, Nabi Amos mengarahkan perhatian para pendengarnya kepada perlakuan yang adil terhadap sesama. Di ay. 15 disebutkan dengan jelas agar mereka menegakkan keadilan. Keadilan ini dipadankan dengan pencarian akan kebaikan dan sikap menghindarkan atau meninggalkan kejahatan.

Lihat juga: Cara paling mudah menjadi fasilitatorkatekese umat Katolik

Tema tentang keadilan sendiri merupakan tema yang amat sen­tral dalam kitab Amos karena amat sering muncul dalam keseluruhan kitab. Dalam perikop Am. 5:7-13, misalnya, secara khusus Amos menge­cam tindakan ketidakadilan, yang mengubah keadilan menjadi ipuh atau racun. Pada kesempatan lain, ditegaskan bahwa Tuhan lebih mengin­dahkan keadilan sosial daripada kurban persembahan (bdk. Ams. 21:3: “Melakukan kebenaran dan keadilan lebih dikenan TUHAN daripada kurban”). Keadilan sosial merupakan perwujudan dari relasi yang baik dengan Tuhan. Tuhan yang tidak kelihatan tampak dalam dan melalui ciptaan-Nya. Manusia adalah ciptaan yang paling berharga (bdk. Kej. 1:28-31), maka perlakuan yang adil terhadap sesama berarti menghargai Tuhan.

Warta para nabi pada umumnya menegaskan pentingnya keadil-an dalam hidup sosial. Kritik paling utama biasanya dialamatkan kepada mereka yang memegang tampuk kekuasaan, yaitu pihak-pihak yang me­mainkan peranan penting sebagai pengatur kesejahteraan dan kebaikan dalam hidup bersama. Mereka harus menegakkan keadilan, sebab mere-ka memiliki kekuasaan untuk itu. Namun, masyarakat kebanyakan juga mendapatkan kritik serupa, agar keadilan sungguh-sungguh ada dan hidup di tengah masyarakat. “Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir” (Am. 5:24).

Lihat juga: Berbagai teks partitur lagu Misa Katolik

Dalam perikop Am. 5:14-17 yang akan kita dalami, kita diajak un­tuk memperhatikan keadilan. Ini adalah syarat untuk memperoleh ke­hidupan. Upaya menegakkan keadilan sama dengan upaya untuk mene-gakkan kehidupan, baik kehidupan sendiri maupun kehidupan sesama. Teks ini menjadi inspirasi bagi kita untuk menegakkan keadilan dalam lingkungan sosial kita, terutama di tengah situasi pandemi sekarang ini.

baca kitab suci
Foto: Majalahdia.net

Membaca teks secara mendalam

Carilah dan cintailah yang baik

Am. 5:14-17 masih merupakan satu kesatuan dengan Am. 5:4-6. Pemakaian kata kerja “mencari” dalam bentuk imperatif “carilah” di ay. 14 mengingatkan kita pada kata yang sama di ay. 4 dan 6. Yang berbeda hanyalah objek yang dicari. Dalam perikop sebelumnya, objek yang di­cari adalah Tuhan, sedangkan dalam perikop ini, objek yang dicari adalah hal yang baik. Secara sepintas, kita bisa melihat padanan yang mungkin sengaja ditampilkan oleh penulis antara “Tuhan” dan “yang baik”, yang memberi kesan bahwa Tuhan itu baik. Karena itu, perintah untuk men­cari yang baik berarti pula perintah untuk mencari Tuhan.

Meskipun demikian, konsep tentang “yang baik” di sini lebih berurusan dengan relasi horizontal antarmanusia. Hal-hal baik yang di­maksudkan tentu bertujuan menciptakan relasi yang baik dengan sesa­ma. Relasi ini didasarkan pada pembangunan hal-hal yang baik. Kualitas relasi yang baik ditentukan oleh kebaikan yang dihasilkan darinya.

Kata tob yang diterjemahkan sebagai “baik” memiliki pengertian hal yang menyenangkan, indah, menggembirakan, dan berguna. Penger­tian ini menunjukkan bahwa hal yang baik adalah hal yang membawa ke­bahagiaan dan kegembiraan. Hal yang baik adalah hal yang berharga dan bernilai, sehingga benar-benar diperlukan untuk peningkatan kualitas pribadi dan kualitas kehidupan bersama. Ketika hal yang baik dihidupi secara bersama-sama, kegembiraan akan hidup di dalam kebersamaan.

Karena berharga dan bernilai inilah hal yang baik mesti dicintai. Amos sendiri menulis secara eksplisit tentang hal itu (ay. 15). Mencintai berarti menjadikan hal yang baik sebagai bagian tak terpisahkan dari ke­hidupan dan dari praktik hidup harian. Mencari kebaikan juga berarti menghidupi kebaikan itu sendiri sambil terus memperbarui diri agar benar-benar menemukan kebaikan sejati, yaitu Tuhan.

Amos menegaskan bahwa pencarian kebaikan akan membuat orang Israel hidup dan disertai Tuhan dalam perjalanan hidup mereka. Karena Tuhan adalah sumber kebaikan, Ia akan menyertai semua orang yang mencari diri-Nya. Ia juga akan melimpahkan kehidupan kepada mereka yang mencari yang baik, sebab pada dasarnya kebaikan mem­bawa kehidupan.

Bencilah yang jahat

Berlawanan dengan kebaikan, kejahatan mesti dihindari. Dalam perikop ini, Amos menyatakan penolakannya terhadap kejahatan dengan pemakaian antonim dari yang dikenakannya pada kebaikan. Jika hal yang baik perlu dicari dan dicintai, yang jahat jangan dicari dan semestinya dibenci: “Bencilah yang jahat” (ay. 15). Kata kerja Ibrani sane’ yang berarti “membenci”, juga mengungkapkan perasaan berjarak atau penolakan ter­hadap hal atau orang agar relasi dengannya tidak terbangun. Jika “cinta” mendekatkan dan menyatukan, “benci” memisahkan dan menciptakan jarak.

Perintah untuk membenci kejahatan merupakan peningkatan dari perintah “jangan (mencari) yang jahat” di ayat sebelumnya (ay. 14). Peningkatan ini mengindikasikan bahwa hal-hal yang jahat tidak akan membawa keuntungan apa pun dalam relasi bersama. Jika disandingkan dengan ungkapan “carilah Tuhan” (ay. 4, 6), ungkapan “jangan (mencari) yang jahat” memiliki nuansa bahwa kejahatan tidak bisa dipertemukan dengan Tuhan. Konsekuensinya, orang yang mencari, mencintai, dan menghidupi hal-hal yang jahat tidak akan mendapatkan kehidupan di hadapan Tuhan. Orang ini juga pasti dibenci dan tidak akan mendapat­kan tempat dalam relasi sosial.

Tegakkan keadilan di pintu gerbang

Penegakan keadilan ditempatkan setelah penegasan tentang mencari yang baik dan membenci yang jahat. Penempatan ini secara langsung menyatakan bahwa keadilan dapat berjalan jika orang mencari dan mempraktikkan hal yang baik, serta membenci yang jahat. Kebaikan adalah prinsip yang paling mendasar bagi munculnya keadilan di dalam hidup bersama. Orang yang baik pasti akan memperhatikan kebaikan di dalam hidup bersama. Hal ini akan menciptakan iklim yang sehat untuk saling memberi perhatian satu terhadap yang lain. Hak-hak orang lain sedapat mungkin akan ditegakkan dan dipenuhi.

Sebaliknya, hal-hal yang jahat akan meniadakan keadilan. Ke­jahatan malah menjadi pemicu munculnya ketidakadilan, sebab identik dengan pelanggaran terhadap hak-hak orang lain. Ketika tidak ada ke-seimbangan dalam menjaga hak orang lain, ketidakadilan dengan sendi-rinya muncul. Itulah yang amat sering dikritik oleh para nabi.

Perikop ini menyatakan bahwa keadilan harus ditegakkan di pin­tu gerbang. Pada zaman dahulu, pintu gerbang adalah tempat di mana orang banyak berkumpul dan karenanya menjadi tempat penyelesaian masalah-masalah umum. Salah satu contohnya adalah kisah Boas yang mengambil Rut sebagai istrinya. Hal ini diputuskan di pintu gerbang kota (Rut 4:11). Maksud utama dari penunjukan pintu gerbang kota adalah su­paya suatu masalah dapat diketahui oleh banyak orang, sehingga kasus­nya menjadi terang benderang.

Menegakkan keadilan di pintu gerbang berarti mempraktikkan pengadilan yang adil terhadap semua kasus (lih. ay. 12). Keadilan tidak di­permainkan, agar jangan sampai orang menjadi tidak percaya satu sama lain, lalu masing-masing mencari pembenaran dengan memakai standar penilaian pribadi.

Keadilan yang tidak ditegakkan akan menimbulkan penderita­an. Pemakaian kata “ratapan” di ay. 16 dan 17 menunjukkan konsekuensi yang lahir dari adanya ketidakadilan. Ratapan itu terjadi karena Tuhan meninggalkan mereka semua. Di ay. 14 disebutkan bahwa Tuhan pasti akan menyertai mereka seperti yang mereka harapkan. Itu terjadi ketika mereka mencari yang baik. Namun, ketika mereka mencari yang jahat dan melakukan ketidakadilan, Tuhan akan berlalu dari mereka. Itulah masa berkabung dan meratap, sebab Tuhan tidak lagi menolong mereka. Dengan kata lain, Tuhan tidak mau terlibat dalam ketidakadilan dan ke­jahatan yang mereka perbuat.

Pesan dan Penerapan

Keadilan selalu menciptakan kehidupan yang baik dan harmo­nis karena setiap orang diperlakukan dengan baik, sesuai dengan har­kat, martabat, dan hak-haknya. Idealisme seperti inilah yang diharapkan untuk dipraktikkan di dalam kehidupan bersama, sebab keadilan akan memperkuat kehidupan bersama dan meningkatkan penghargaan terha­dap masing-masing pribadi.

Di tengah pandemi Covid-19, praktik keadilan mengalami tan­tangan yang berat karena situasi wabah menyebabkan orang-orang beru­saha menyelamatkan diri mereka sendiri-sendiri. Yang memiliki koneksi atau modal finansial yang memadai bisa memperoleh akses yang lebih baik daripada mereka yang tidak memiliki apa pun. Orang-orang tidak diperlakukan dengan baik; martabat manusiawi mereka tidak dihargai.

Kejahatan bisa muncul dari situasi yang tidak bersahabat ini. Na­sihat Amos untuk tidak mencari yang jahat merupakan nasihat yang te­pat agar wabah ini tidak dimanfaatkan demi kepentingan pribadi. Karena itu, dengan tegas Amos juga meminta untuk membenci yang jahat agar keadilan meraja.

Ketidakadilan selalu menciptakan penderitaan. Yang amat men­derita adalah orang-orang kecil dan sederhana. Mereka tidak berdaya ke­tika keadilan tidak ditegakkan secara transparan di pintu-pintu gerbang kota atau di depan umum. Dalam situasi pandemi Covid-19, kita mesti memperhatikan praktik keadilan agar tidak terdapat kesenjangan yang kian tajam antara yang kaya dan yang miskin, yang kemudian mencip­takan kelompok yang kuat dan kelompok yang lemah. Tuhan tidak akan pernah hadir dalam setiap praktik ketidakadilan. Ia membenci ketidak-adilan karena ketidakadilan merupakan hal yang jahat.

Hal yang bisa dibuat oleh semua orang di tengah situasi ketidak-adilan dan kesenjangan sosial adalah meningkatkan solidaritas di antara sesama manusia. Solidaritas ini akan mempererat relasi kemanusiaan yang renggang akibat pembatasan sosial, dan juga turut membantu sesa­ma yang amat berkekurangan untuk bangkit dari keterpurukan mereka.

Yesus sendiri secara khusus mengecam ketidakadilan dan praktik yang menjauhkan solidaritas yang dijalankan oleh orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Mereka, misalnya, meletakkan beban yang berat pada orang lain, padahal mereka sendiri tidak mau menyentuhnya. Mereka menuntut orang lain melakukan kewajiban-kewajiban hidup keagamaan, sedangkan mereka sendiri tidak mempraktikkannya (lih. Mat. 23:1-4). Praktik semacam ini merenggangkan relasi sosial, yang pada gilirannya tidak bisa meningkatkan solidaritas. Keadilan dapat berdiri tegak dalam masyarakat ketika semua menerima satu sama lain sebagai saudara dan tidak membeda-bedakan dalam memperlakukan sesama.

Pertanyaan Pendalaman

1.    Apakah kita tetap berlaku adil dan benar terhadap sesama selama masa pandemi ini?

2.    Ketika menemui ketidakadilan, apa usaha kita untuk melawan keti­dakadilan tersebut?

3.    Apa yang dapat kita buat dan kita lakukan untuk meningkatkan solidaritas dengan sesama yang amat terdampak oleh situasi pan­demi Covid-19 ini?

4.     Bagaimana kita dapat menjembatani kesenjangan sosial di dalam lingkungan kita?

Semoga bermanfaat.

Terima kasih atas kunjungannya, Tuhan memberkati.



Artikel Terbaru

Jangan lewatkan

Ibadat Lingkungan Katolik Terbaru 2022

Teks Panduan Ibadat Syukur Wisuda Katolik

Ibadat Sabda untuk Keluarga dan Lingkungan Umat Basis

Teks Panduan Ibadat Katolik untuk Peringatan 40 Hari Kematian

Lirik dan Teks Lagu Misa Persembahan Hidup Kami

Lagu Misa Katolik; Referensi Terbaik Lagu-Lagu Misa

Lagu Adven Fajar Telah Mulai Menyingsing SATB

Daftar Rekomendasi Lagu Misa Natal Terbaru

Ibadat Sabda Lingkungan Terbaru 2024

Kriteria, Tata Tertib dan Aspek Penilaian Lomba Baca Kitab Suci Katolik BKSN