Profil Santu Laurensius dari Roma

jorisvo/Shutterstock.com
“Harta Gereja adalah orang-orang miskin.” – Santu Laurensius
Mengenal Santu Laurensius: Martir yang Tertawa dalam nyala api saat dihukum bakar
Setiap tanggal 10 Agustus, Gereja Katolik mengenang seorang diakon muda yang begitu berani dan penuh kasih: Santu Laurensius. Kisah hidupnya mungkin terdengar seperti potongan film epik—penuh keberanian iman diwarnai sedikit selera humornya di tengah penderitaan saat menjalan hukuman dibakar hidup-hidup oleh pemerintah Roma. Tapi inilah yang membuatnya begitu dikenang dan dicintai.
Dari Spanyol ke Roma: Awal Perjalanan Iman
Laurensius lahir di Huesca, Spanyol, sekitar tahun 225 Masehi. Ia kemudian pindah ke Roma, di mana ia menjadi salah satu dari tujuh diakon yang melayani Gereja. Peran seorang diakon saat itu sangat penting—mengurus kebutuhan jemaat, terutama kaum miskin, serta membantu Uskup dalam pelayanan sosial dan liturgi.
Uskup yang dilayani Laurensius adalah Paus Sixtus II, santu. Keduanya memiliki hubungan yang sangat dekat, layaknya ayah dan anak dalam iman. Namun, ketika kekaisaran Romawi di bawah Kaisar Valerian mulai menganiaya umat Kristiani, Paus Sixtus II menjadi salah satu korbannya. Ia ditangkap dan dieksekusi saat sedang merayakan Misa.
Ujian Iman: “Berikan Harta Gereja!”
Setelah Paus Sixtus II wafat, Laurensius menjadi target berikutnya. Ia ditangkap dan diperintahkan oleh pemerintah Romawi untuk menyerahkan "harta Gereja." Hal tersebut mereka lakukan karena mereka tahu bahwa Laurensius yang ditunjuk oleh Paus Sixtus II mengurus harta kekayaan Gereja. Namun, jawaban Laurensius sungguh mengejutkan dan berani. Ia meminta waktu tiga hari dan selama itu ia mengumpulkan orang-orang miskin, janda, anak-anak yatim, orang sakit, dan mereka yang terpinggirkan.
Ketika para pejabat kembali menagih janji, Laurensius dengan tenang menunjuk kepada mereka dan berkata:
“Inilah harta Gereja.”
Sontak, para pejabat murka. Sebagai hukumannya, Laurensius dijatuhi hukuman mati dengan cara yang sangat kejam: dibakar hidup-hidup di atas terali besi yang dipanaskan. Suatu tindakan yang sungguh kejam, tapi di sinilah kisahnya menjadi semakin luar biasa.
Martir yang Membuat Api Tertawa
Legenda mengatakan bahwa di tengah penderitaan ia dibakar itu, Laurensius tetap menunjukkan keteguhan dan bahkan selera humornya. Ia dikisahkan berkata kepada algojonya:
“Balikkan tubuhku. Yang sisi ini sudah matang.”
Tentu kita tidak tahu persis kebenaran kata-kata itu, tapi kisah ini memperlihatkan bagaimana iman dan keberanian Laurensius tidak padam, bahkan saat tubuhnya terbakar. Ia wafat sebagai martir di Roma pada 10 Agustus 258, namun meninggalkan warisan spiritual yang luar biasa bagi Gereja.
Warisan Abadi
Santu Laurensius menjadi pelindung bagi diakon, orang miskin, pustakawan, koki, dan bahkan petugas pemadam kebakaran. Banyak gereja megah dibangun untuk menghormatinya, termasuk Basilika San Lorenzo fuori le Mura di Roma, tempat di mana ia dimakamkan.
Tapi lebih dari bangunan, warisan sejati Laurensius adalah semangat pelayanan dan kasih kepada mereka yang kecil dan terpinggirkan. Ia menunjukkan bahwa harta Gereja bukanlah emas atau benda mewah, melainkan manusia yang dikasihi Allah.
Doa Kepada Santu Laurensius
Ya Santu Laurensius yang gagah berani,
Engkau mengasihi Tuhan dalam pelayananmu kepada Gereja dan kepada orang miskin.
Di saat bahaya, engkau tidak lari, melainkan tetap setia bahkan hingga mati.
Doakanlah kami agar kami pun berani mencintai seperti engkau,
membela yang lemah, membagikan kasih, dan tetap setia dalam penderitaan.
Semoga api cintamu kepada Tuhan menyala dalam hati kami,
dan kami pun menjadi “harta” Gereja yang hidup.
Amin.
Semoga kisah Santu Laurensius menginspirasi kita untuk mencintai tanpa pamrih, melayani tanpa takut, dan beriman tanpa ragu. Karena kadang, keberanian sejati justru terlihat dari tawa kecil di tengah kobaran api raksasa..