Sekilas Sejarah Gereja Katolik Paroki Bukapiting, Alor - Sidongkomang

Gereja Katolik Paroki Bukapiting
Gereja Katolik Santu Yakobus Rasul, Paroki Bukapiting, Sidongkomang-Alor

Kilas Sejarah

Paroki Santu Yakobus Rasul Bukapiting Alor
yang berpusat di Sidongkomang, Kecamatan Alor Timur Laut, Kabupaten Alor merupakan salah satu paroki dalam wilayah Gerejani Keuskupan Agung Kupang. Paroki ini diresmikan oleh Uskup Agung Kupang; Mgr. Petrus Turang pada 25 Desember 2010. Sebelumnya paroki ini berstatus sebagai Kuasi Paroki sejak 10 Agustus 2008, dimekarkan dari Paroki Yesus Gembala Yang Baik Alor-Pantar. Saat masih menjadi bagian dari Paroki Yesus Gembala Yang Baik, statusnya adalah sebagai pusat Stasi Alor Timur yang mencakup wilayah pastoral Kapela Santa Maria Bunda Allah Sidongkomang, Kapela Santu Stefanus Maipiting, Kapela Santu Arnoldus Jansen Apui dan Kapela Santu Yoseph Lukuwatang.

Sejarah awal kekatolikan di wilayah ini yang kemudian berkembang menjadi Paroki Santu Yakobus Rasul Bukapiting Alor tergolong unik.  Masuknya agama Katolik bukan dibawa oleh misionaris dari luar tetapi didapat melalui tanda-tanda yang ditunjukan dalam mimpi yang menuntun untuk mencari dan menemukan sebuah agama baru yang disebut Katolik dan kemudian memeluknya. Ada dua tokoh yang mendapat petunjuk mimpi itu, yaitu Aleksander Onlet dari Kampung Atoita dan Soleman Kamengmai dari Kampung Maumang, Ketemukungan Atoita, Distrik Taramana, Swapraja Kolana. Aleksander Onlet bermimpi melihat benda berupa muti (kalung) yang dipasangi kayu palang. Benda itu ditunjukkan kepadanya oleh seorang wanita yang tak dikenalnya. Ia juga dalam mimpinya melihat cahaya besar yang seperti nyala api raksasa yang muncul di arah barat. Kedua mimipi itu dialaminya hingga beberapa kali. Ia menafsirkan mimpinya itu sebagai sebuah “perintah baru” yang akan datang bagi dirinya dan semua orang. Cahaya yang muncul menjadi petunjuk baginya menemukan perintah baru tersebut. Kejadian tersebut terjadi pada pertengahan dekade 1940-an.
Sementara itu dalam waktu yang hampir bersamaan setelah mimpi yang dialami Alexsander, Soleman Kamengmai juga mengalami mimpi. Soleman yang waktu itu sedang sakit keras pada suatu malam bermimpi didatangi seorang perempuan yang tak dikenalnya. Perempuan itu menurunu tangga dari langit yang dipijakkan di atas mesbah di tengah kampung. Kebetulan rumah Soleman dekat dengan mesbah. Perempuan itu berpakaian serba putih yang menutup dari kepala sampai ujung kaki. Setibanya di mesbah, dengan sekelabat ia sudah ada di dalam gudang (rumah panggung orang Alor), berlutut di sisi pembaringan Soleman lalu mengeluarkan sebuah muti dan sebuah buku putih kemudian membuat gerakan tangan menunjuk dahi, dada dan bahu kiri dan kanan lalu komat-kamit dan kembali melakukan gerakan tangan tadi. Soleman memperhatikannya dengan seksama. Setelah itu perempuan itu berkata kepadanya, “Engkau akan sembuh dengan syarat, pergilah kepada Salmon Malley di kamung Woibila dan Laurensius Langwo di kampung Manegeng dan mintalah mereka mendoakan Engkau dengan doa seperti yang Engkau lihat tadi saya lakukan.” Setelah berkata demikian perempuan itu membuat tanda salib pada diri Soleman lalu meninggalkannya.

Keesokan paginya, setelah bangun dari tidur, Soleman menceriterakan mimpi itu kepada seisi rumahnya lalu menyuruh istrinya memanggil kedua orang yang disebut dalam mimpinya. Mereka berdua pun datang; Salmon Malley dan Laurensius Langwo. Dari dalam tas masing-masing mereka mengeluarkan sebuah buku putih dan muti (kalung) seperti yang dilihat Soleman dalam mimpi semalam. Ketika mendoakan Soleman, mereka pun berdoa dengan cara juga seperti yang dilihat dalam mimpi. Soleman menceriterakan semua yang ditunjukkan kepadanya dalam mimpinya dan kedua orang tadi menceriterakan ikhwal benda-benda itu dan doanya.

Salmon dan Laurensius sebelumnya merantau ke Makassar. Mereka kembali sekitar tahun 1928. Di Makassar mereka telah memeluk agama Katolik.  Mereka semula berniat untuk menyebarkan agama ini kepada kaum keluarga dan orang-orang sekampung, namun niat itu diurungkan karena sepulang dari Makassar para penduduk termasuk keluarga mereka sudah memeluk agama Protestan. Iman Katolik itu pun dihidupi secara pribadi dan rahasia sampai bertahun-tahun. Dari keduanya, Soleman mengetahui banyak hal tentang agama baru tersebut dan ia meminta supaya mulai hari Minggu diadakan ibadat di Maumang. Pada saat itu hadir pula beberapa tetangga Soleman. Mereka pun turut mendukung permintaan Soleman.
Soleman berangsur sembuh dan sesuai rencana, ibadat hari Minggu dilaksanakan.
Setelah dilaksanakan sebanyak tiga kali, Soleman dipanggil Tamukung Atoita; Langmal Maitia untuk menghadap. Ketika menghadap, ia ditanyai perihal kegiatan keagamaan yang dilakukannya di Maumang. Soleman menyatakan dengan terus terang di hadapan Tamukung, Kepala Kampung dan Kapitan Taramana bahwa mereka sedang mengikuti sebuah “Perintah Baru”. Atas keterusterangannya itu, Soleman dipukuli dengan belahan bambu oleh tamukung sampai berkali-kali.

Tindakan Tamukung kemudian dicegah oleh Aleksander Onlet yang waktu itu menjabat sebagai kepala kampung. Aleksander mengatakan bahwa perintah baru yang sedang diikuti oleh Soleman akan diikuti juga oleh dirinya dan keluarganya.
Dukungan dari Aleksander menjadi penyemangat untuk menghidupkan Agama Katolik yang mereka istilahkan dengan “Perintah baru” tersebut. Selain itu, Kapitan Taramana yang hadir di Atoita waktu itu adalah seorang Polisi dari Timor yang juga beragama Katolik, namanya Fransiskus, yang biasa dipanggil Kapitan Siku. Sang Kapitan setelah diantar kembali ke Taramana oleh Soleman, secara pribadi memberikan motivasi kepada Soleman dan kawan-kawannya untuk menghidupkan benih iman Katolik tersebut.

Aleksander Onlet kemudian bersama Nikodemus Onlet dari Atoita menemui Soleman Kamengmai dan kawan-kawan di Maumang untuk membahas tentang dibukanya agama Katolik. Di sana dan pada saat itu mereka bersepakat untuk menerima Agama Katolik secara resmi dan melakukan kebaktian hari Minggu secara terbuka bertempat di Kampung Atoita pada tahun 1948 untuk pertama kalinya. Hampir bersamaan dengan itu, yaitu setahun sebelumnya pada tanggal 21 November 1947 dibabtislah Martinus Maure, Yosep Langko dan Samuel kamauko dari Kampung Manegeng-Sisimang di Kalabahi oleh P. J. Kersten, SVD. Kedua kejadian ini semakin memantapkan niat dan langkah untuk membuka Gareja Katolik. Penduduk dari beberapa kampung, seperti Atoita, Maumang, Manegeng, Sisimang, Sumang, Saimang, Lawamaita pun secara terbuka beralih menjadi katolik.

Sejak saat itu agama Katolik mulai berkembang namun bukan tanpa hambatan. Mereka yang telah menjadi Katolik itu digiring ke pusat distrik di Taramana untuk dipaksa melakukan kerja rodi. Niat untuk membangun rumah ibadat pun dihambat dengan berbagai cara. Namun demikian semangat mereka tidak pernah padam dan iman mereka tidak pernah goyah. Bahkan penyebaran agama Katolik meluas ke kampung-kampung lainnya, seperti Supai dan Kaumo.

Pada akhir tahun 1949, umat baru ini dikunjungi oleh Pastor Petrus Konijn, SVD dari Larantuka. Dalam pelayanan dari tanggal 1 – 4 Oktober 1949, Pastor Konijn membaptis 51 orang. Pelayanan gembala berikutnya terjadi dari tanggal 31 Maret – 3 April 1950 di mana pada saat itu dibaptis 127 orang. Umat kecil ini juga sempat dikunjungi Uskup Larantuka; Mgr. Antoine Hubert Thijssen, SVD pada bulan Juni 1966. Di Waimi pada tanggal 14 Juni 1966 ia menerimakan Sakramen Krisma.

Rumah ibadat pertama didirikan di Waimi, sebuah lokasi yang dibuka khusus untuk itu. Didirikan pula sebuah Sekolah Dasar Katolik yang dikenal dengan nama SDK Waimi. Kemudian dibangun lagi sebuah rumah ibadat lagi di Molpui atas petunjuk dari Pastor Didakus Diwa, SVD. Dibangun pula rumah pastoran di sana.

Karena kondisi geografis yang bergunung-gunung yang menyebabkan letak satu kampung berjauhan dengan kampung lainnya maka umat sulit menemukan tempat yang layak untuk bermukim secara bersama dan membangun rumah ibadat. Atas kondisi ini mereka sempat pindah ke dataran Apui, wilayah Alor Selatan atas izin dari Kepala Kampung Atoibai dan Raja Swapraja Batulolong pada akhir dekade 1960an sampai awal 1970an. Di sana sempat dibuat fondasi untuk rumah ibadat namun kepindahan tersebut tidak direstui oleh pihak pemerintah Kecamatan Alor Timur. Atas perintah camat dan permintaan Kepala Desa Waisika, Semuel Asamai, mereka meninggalkan Apui untuk bermukim di dataran Bukapiting pada area Sidongkomang dan Dingsinang.
Paroki Bukapiting
Gereja Sta. Maria Bunda Allah yang rubuh oleh gempa bumi 12 No. 2004
Perpidahan itu dimulai pada tahun 1973.
Di Bukapiting inilah Gereja itu berkembang dan sampai menjadi sebuah paroki. Pada tahun 1977 mulai dibangun sebuah rumah ibadat permanen di bawah pimpinan Pastor Florante Llames, SVD. Sang gembala asal Filipina ini juga mendirikan sebuah Balai Pengobatan/ Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BP/BKIA). SDK Waimi juga turut dipindahkan ke Sidongkomang yang kemudian namanya diganti menjadi SDK Santu Paulus Sidongkomang. Sejak tahun 2000 para suster dari kongregasi SSpS mulai menetap di Sidongkomang.
Paroki Bukapiting Alor
Setelah menjadi paroki, ditambahkan lagi Kapela Atengmelang, Kapela Manetwati dan Kapela Masape yang sebelumnya masuk wilayah Pastoral Stasi Mainang sedangkan Kapela Likuwatang dipindahkan ke wilayang pastoral Stasi Takalelang, Paroki Yesus Gembala Yang Baik.

Di Atengmelang, Manetwati dan Masape, Agama Katolik baru masuk pada dekade 1980-an, di mana di Atengmelang, dirintis oleh Martinus Padama, di Manetwati oleh Osias Mabileti dan di Masape oleh Karel Mabilehi. Sementara umat yang memilih bertahan tinggal di Apui pada saat perpindahan penduduk sebelumnya kemudian membentuk Kapela Apui di bawan pimpinan Salmon Malley.

Di balik kisah perjalanan kekatolikan sampai menjadi paroki ini tersimpan pula sebuah keprihatinan di mana ada komunitas Katolik yang sempat terbangun di beberapa kampung namun akhirnya hilang, yaitu di kampung Tuaibu dan Dalibika. Kekatolikan di kedua kampung tersebut dibawa oleh seorang putra asli yang juga pulang merantau dari Makassar. Karena tidak mendapat dukungan dari penduduk lainnya maka komunitas ini benar-benar hilang pada tahun 1982.

Letak Geografis

Secara geografis dan topografis, seluruh wilayah Alor bergunung-gunung termasuk wilayah pelayanan pastoral paroki. Hal tersebut mempengaruhi sosiokultural umat di paroki ini, yakni memiliki karakter yang berbeda sesuai latar belakang budaya dan bahasa masing-masing. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi karya pastoral di tempat ini selain medan pastoral yang juga menantang karena kondisi geografis Alor  yang bergunung-gunung. Jarak dari pusat paroki ke kapela-kapela tebilang cukup jauh, demikian pula dari kapela yang satu ke kapela yang lainnya. Setiap Hari minggu, 2 pastor secara bergiliran melayani ekaristi di gereja paroki dan kapela-kapela dibantu Frater dan Suster.

Para Pastor Yang Bertugas
RD. Daniel Banamtuan (2008-2016)
RD. Yohanes Eudes Nofu (2011-2018)
RD. Robert Yanto Faot (2016 sampai sekarang)
RD. Alfons Nara Hokon (2018 sampai sekarang)

Wilayah Paroki

Wilayah paroki mencakup beberapa kecamatan di kawasan timur Pulau Alor namun cuma 4 kecamatan yang memiliki populasi penduduk beragama katolik yaitu Kecamatan Alor Timur Laut, Alor Selatan, Alor Tengah Utara dan Kecamatan Lembur. Pusat paroki berada di Bukapiting, pusat Kecamatan Alor Timur Laut - 32 km arah timur Kota Kalabahi. Di pusat paroki terdapat enam Kelompok Umat Basis (KUB). Di luar itu ada 5 kapela yaitu Kapela St. Stefanus Maipiting ( Alor Timur Laut), Kapela St. Arnoldus Janssen Apui dan Kapela St. Paulus Minumawati-Masape (Alor Selatan), Kapena Sta. Maria Lourdes Atengmelang dan Kapela St. Maria Bunda Penebus Manetwati (Alor Tengah Utara dan Lembur).

Jumlah umat mencapai 1000 lebih jiwa dan hampir seluruh umat paroki adalah penduduk asli yang sebagian besarnya bermatapencaharian sebagai petani lahan basah dan lahan kering.

Pelindung

Pelindung dari paroki ini adalah Santu Yakobus Rasul. Nama ini diberikan oleh Uskup Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang saat promulgasi kuasi paroki pada 10 Agustus 2008.*Kenny Aprilio

Terima kasih telah berkunjung, Tuhan memberkati.


Artikel Terbaru

Jangan lewatkan

Ibadat Lingkungan Katolik Terbaru 2022

Teks Panduan Ibadat Syukur Wisuda Katolik

Ibadat Sabda untuk Keluarga dan Lingkungan Umat Basis

Teks Panduan Ibadat Katolik untuk Peringatan 40 Hari Kematian

Lirik dan Teks Lagu Misa Persembahan Hidup Kami

Lagu Misa Katolik; Referensi Terbaik Lagu-Lagu Misa

Lagu Adven Fajar Telah Mulai Menyingsing SATB

Daftar Rekomendasi Lagu Misa Natal Terbaru

Ibadat Sabda Lingkungan Terbaru 2024

Kriteria, Tata Tertib dan Aspek Penilaian Lomba Baca Kitab Suci Katolik BKSN