Misa di kampung leluhur Waimi; Di sini dulu gereja dan sekolah dibuka
Perayaan Misa dalam rangka Turney Pastoral Kampung Leluhur Paroki Santu Yakobus Rasul Bukapiting, Alor - Sidongkomang tahun 2020 dilanjutkan lagi di kampung Waimi pada Minggu (2/8). Kampung ini menorehkan sejarah tersendiri dalam kisah perkembangan kekatolikan di bumi kenari Alor khususnya di Swapraja Kolana, Ketamukungan Atoita (kini masuk wilayah kecamatan Alor Timur Laut). Di kampung ini pernah didirikan sebuah gereja Katolik dan juga menjadi tempat berdirinya Sekolah Dasar Katolik (SDK) Waimi (kini SDK Santu Paulus Sidongkomang). Bahkan dikisahkan bahwa kampung Waimi ini memang dibuka khusus sebagai lokasi gereja. Sebelumnya tempat itu adalah tempat kosong yang sesekali dijadikan kebun oleh pemilik tanah.
Lihat juga:
- Semerbak cinta di kampung Waimi
- Turney pastoran kampung leluhur; menapaktilasi perjalanan kekatolikan Paroki Bukapiting, Alor
- Ada Misa di Manegeng; di sini benih iman Katolik disemai
Pada hari Minggu pagi yang sejuk di bawah rerimbunan pepohonan, umat yang datang dari berbagai kampung mulai memadati tenda misa yang dibuat di tempat di mana dulu gereja didirikan. Bahkan sebagiannya sudah datang pada hari sebelumnya. Tenda yang berukuran jumbo itu bahkan tidak sanggup menampung umat yang hadir.
Sejak berkumpul, kisah-kisah masa silam tentang Waimi dan aktivitas gerejani kala itu kembali hadir di memori mereka yang dulu pernah melakukan peribadatan atau bersekolah di sana. Tentang sesiapa dan bagaimana mereka hadir dan menjalani aktivitas kegerejaan atau aktivitas sekolah. Kisah-kisah itu mulai berderai dari mulut masing-masing.
Pastor Paroki Santu Yakobus Rasul Bukapiting, RD. Alfons Nara Hokon dalam kotbahnya kembali menegaskan bahwa melalui Misa kita menyatakan rasa syukur kepada Tuhan atas kelimpahan kasih-Nya melalui hasil alam yang melimpah yang Ia hadirkan lewat para leluhur. Romo Alfons juga menekankan bahwa kehadiran kita di kampung leluhur sebagai bentuk penghormatan kepada mereka terutama karena mereka telah menghadirkan, memperjuangkan dan mewariskan iman Katolik kepada kita generasi sekarang.
"Sehingga sudah sepantasnya hadir kembali di sini, di tempat di mana leluhur kita dulu hidup dan mendoakan keselamatan jiwa mereka," tambahnya lagi.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pastoral Paroki (DPP) Santu Yakobus Rasul Bukapiting, Silvester Asamai dalam sambutannya menyampaikan bahwa momentum Misa syukur di kampung leluhur memberikan makna tersendiri bagi kita untuk terus berrefleksi dan berbenah diri. Ia lebih lanjut menegaskan bahwa kelimpahan hasil alam seharusnya membuat kita juga kaya secara jasmani dan rohani dan jangan memiskinkan atau mengerdilkan diri dengan sikap-sikap yang tidak pantas.
Selepas misa, acara dilanjutkan dengan duduk-duduk bersama berbagi kisah dan kasih sampai senja hari. Ada yang unik bahwa di Waimi ini diisi juga dengan bernyanyi dan menari bersama.
Sekilas tentang kampung Waimi
Kisah tentang dibukanya kampung Waimi Tidak terlepas dari kisah perjalanan kekatolikan di wilayah Ketamukungan Atoita. Komunitas Katolik yang masih sangat muda itu pada awalnya melakukan peribadatan mereka di kampung Atoita. Kampung Atoita ini adalah kampung yang berkedidukan sebagai pusat ketamukungan dan kampung induk untuk beberapa kampung di sekitarnya di mana warganya juga ada yang memeluk agama Protestan yang sudah hadir lebih dahulu.
Maka atas pertimbangan tertentu, para tetua menyepakati lokasi Waimi sebagai tempat yang dipersiapkan untuk membangun rumah ibadat Katolik. Umat Katolik dari delapan kampung, yakni; Atoita, Lawamaita, Puiwela, Takaikul, Bilamang, Woikokmang, Saimang dan Sumang kemudian berpindah domisili di kampung baru Waimi mengitari lokasi gereja tersebut.
Pada pertengahan dekade 1950-an, peribadatan sudah rutin dilaksanakan di Waimi. Selain di Waimi ini, umat Katolik dari kampung Manegeng, Maumang dan Sisimang juga bersama membuka pemukiman baru di Molpui dan mendirikan gereja di sana. Dengan adanya dua gereja ini, mereka dapat melakukan peribadatan mingguan. Pada perayaan Natal dan Paskah, merekan merayaakannya secara bersama-sama berselang-seling.
Pada tahun 1962 di Waimi didirikan sebuah Sekolah Dasar Katolik. Suasana kampung Waimi menjadi semakin ramai dengan didirikannya asarama untuk siswa oleh warga kampung-kampung yang jauh dari lokasi sekolah.
Tercatat bahwa pada 14 Juni 1966, Uskup Larantuka, Mgr. Antoine Hubert Tijssen, SVD berkunjung ke Waimi dan menerimakan Sakramen Krisma.
Lihat juga:
- Dari Manasamang, Turney pastoral kampung leluhur dimulai
- Sekilas sejarah gereja Paroki Santu Yakobus Rasul Bukapiting-Alor, Sidongkomang
- Waspada Covid-19; Paroki Bukapiting-Alor jahit masker untuk umat
Demi mendapatkan tempat ibadat yang lebih layak, umat membentuk panitia pembangunan gereja dan bergiat mengumpulkan material berupa batu, pasir dan kapur. Namun pembangunannya tidak sempat dilaksanakan karena sejak pertengahan dasawarsa 1970-an, warga mengikuti program pemerintah untuk pindah turun ke daratan Bukapiting.
Terima kasih telah berkunjung, Tuhan memberkati.
Dapatkan berbagai partitur lagu Misa DI SINI