Dari Manasamang Turney Pastoral Kampung Leluhur Dimulai
RD. Alfons Nara Hokon |
Hari Minggu (7/7/2019) pagi di Manasamang ada yang beda. Udara dingin ditingkahi semilir angin seakan tak dihiraukan. Warga dalam kampung sudah bangun sejak subuh mempersiapkan segala sesuatunya untuk sebuah perayaan Misa yang akan berlangsung sebentar lagi. Ada yang pergi ke kali di lipatan bukit untuk mandi, ibu-ibu dan para remaja putri mempersiapkan sarapan, ada yang megemas kemiri untuk dibawa sebagai kolekte dan yang lainnya menata altar dan perlengkapan lainnya untuk misa. Misa ini merupakan yang pertama dari beberapa rangkaian Misa yang akan diadakan di kampung leluhur dalam bulan Juli ini.
Cahaya matahari baru menyinari kampung setelah lewat jam delapan karena letak kampung yang ada di balik gunung. Beberapa umat dari kampung lainnya sudah mulai berdatangan. Ada yang sendiri, berdua, bertiga, ada juga yang sekeluarga. Rata-rata mereka tidak menetap di kampung lama. Biasanya pada musim libur sekolah, sebagian umat di pusat Paroki Bukapiting bepergian ke kampung lama di gunung untuk mengambil hasil komuditi. Untuk mereka itulah program turney Misa di kampung lama ini dibuat sekaligus juga menjadi momen menapaktilasi perjalanan tumbuh kembang iman Katolik di wilayah ini.
Menjelang pukul 10.00 WITA, Misa dimulai. Misa ini dipimpin oleh Pastor Paroki St. Yakobus Rasul Bukapiting; RD. Alfons Nara Hokon. Sebuah tempat yang sederna namun penuh makna telah dipersiapkan sebelumnya untuk misa dimaksud. Umat telah duduk berjejer di bangku-bangku yang terbuat dari bambu. Kidung pembuka dilantunkan diiring kicau burung dan gemersik dedaunan bambu.
"Sejarah telah mengukir perjalanan hidup manusia di tempat ini. Dalam kurungan waktu, manusia itu mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang akhirnya mereka menemukan suatu persekutuan hidup iman yang telah ditunjuk oleh Allah kepada manusia", demikian Rm. Alfons membuka perayaan bersejarah ini. "Sejarah juga mengukir bahwa perjalanan keagamaan atau kehidupan Kristen yang berakar pada Yesus Kristus, bermula di tempat ini hingga pada saat ini", lanjutnya lagi dan mengajak umat untuk bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan atas kasih dan kebaikan-Nya sejak awal hingga saat ini dalam wujud persekutuan iman dan kekayaan alam yang menopang ekonomi. Ucapan syukur kepada Tuhan juga terutama atas anugerah iman yang telah ditanamkan oleh para leluhur dan diwariskan kepada anak cucu sehingga dapat berkembang sampai sekarang ini sembari memohon keselamatan jiwa bagi mereka.
"Sejarah telah mengukir perjalanan hidup manusia di tempat ini. Dalam kurungan waktu, manusia itu mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang akhirnya mereka menemukan suatu persekutuan hidup iman yang telah ditunjuk oleh Allah kepada manusia", demikian Rm. Alfons membuka perayaan bersejarah ini. "Sejarah juga mengukir bahwa perjalanan keagamaan atau kehidupan Kristen yang berakar pada Yesus Kristus, bermula di tempat ini hingga pada saat ini", lanjutnya lagi dan mengajak umat untuk bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan atas kasih dan kebaikan-Nya sejak awal hingga saat ini dalam wujud persekutuan iman dan kekayaan alam yang menopang ekonomi. Ucapan syukur kepada Tuhan juga terutama atas anugerah iman yang telah ditanamkan oleh para leluhur dan diwariskan kepada anak cucu sehingga dapat berkembang sampai sekarang ini sembari memohon keselamatan jiwa bagi mereka.
Perayaan Misa berlangsung khidmad dan penuh sukacita iman. Umat yang hadir datang dari beberapa kampung, mulai dari Pi'lama, Sumang, Atoita, Puiyeng-Waimi hingga Maumang. Misa dilanjukan dengan pemberkatan satu sumber air yang tidak jauh dari kampung. Setelah itu umat tetap melanjutkan kebersamaan sampai lepas tengah hari sebelum kembali ke kampung masing-masing.
Rm. Alfons sudah tiba di Manasamang pada Sabtu (6/7) dan bermalam di sana. Malam Minggu itu menjadi malam dimana banyak kisah masa lampau diputar kembali. Ketika memasuki kampung ia berhenti tepat di tempat dimana rumah pertama di kampung Manasamang berdiri dan tetap berpijak di situ, memamah sirih pinang dan minum kopi sambil menyimak penuturan dari tetua kampung mulai dari asal-muasal dibukanya kampung sampai sejarah masuk dan berkembangnya kekatolikan di situ dengan segala lika-likunya. Dari tempat berpijaknya itu, Pastor Paroki Bukapiting ketiga ini meyapa para leluhur kampung dan meminta kami warga kampung untuk menyalakan lilin di semua kubur tanpa kecuali dan di tempat ia berdiri itu.
Terpilihnya Manasamang sebagi tempat dilangsungkannya Perayaan Ekaristi ini karena letaknya yang berada di tengah sehingga tidak jauh untuk dijangkau dari berbagai arah. Namun terlepas dari alasan itu pemilihan tempat ini tidak menjadi kebetulan belaka jika dituturkan awal mula perkembangan kekatolikan yang kemudian berkembang menjadi sebuah paroki; Paroki Sidongkomang-Bukapiting.
Salah satu orang tua kampung; Lambertus Maitakai menuturkan bahwa kampung Manasamang sendiri ada oleh karena agama Katolik itu sendiri. Pada dekade 1930-an, ketika Alexander Onlet (Maitakai/ Maisak) dari Kampung Atoita mengenal agama Katolik dan memilih untuk beralih dari Protestan diikuti oleh keluarga besarnya, mereka menimbang untuk membentuk satu komunitas tersendiri. Atas izin dari Tamukung Atoita; Langmal Maitia (Langtamuk) mereka membuka sebuah kampung baru di Manasamang untuk bermukim di sana bukan untuk mengeksklusif tetapi untuk lebih tenang menyemai dan menumbuhkembangkan benih iman itu. Hal ini dilakukan karena pilihan iman mereka tidak dikehendaki bahkan ditentang orang sekampung sehingga keputusan keluar dari kampung induk perlu juga untuk tetap memelihara harmonisasi hubungan kekeluargaan dan kekerabatan.
Perihak beralihnya keyakinan Maisak ini berawal dari beberapa petunjuk yang ia dapatkan dalam mimpi. Dalam mimpi-mimpi itu ia selalu melihat cahaya besar membumbung di arah barat dan seorang ibu yang memegang muti yang digantung sebuah benda berbentuk palang. Cahaya (Paisang paka dalam bahasa setempat) dimaknai sebagai sesuatu yang baik. Lewat petunjuk mimpi itulah ia menemui Salmon Malley dari Kampung Woibila yang kawin di Maumang dan ia diperkenalkan dengan iman Katolik.
Baca artikel terkait :
Misa di Kampung Leluhur; Menapaktilasi Perjalanan Iman Katolik Paroki Bukapiting.
Misa di Kampung Leluhur; Menapaktilasi Perjalanan Iman Katolik Paroki Bukapiting.
Belakangan baru Maisak mengetahui bahwa ibu dan muti dalam mimpinya adalah Bunda Maria yang memegang kontas (rosario).
Di Manasamang, benih iman itu disemai, tumbuh dan dipelihara dengan baik. Mereka itu menjadi buah sulung yang dibaptis pada Oktober 1949 oleh Pastor Petrus Konijn, SVD. Seperti Kristus sendiri dan Gereja-Nya yang menderita penganiayaan pada awal mula, kawanan kecil ini juga mengalami penentangan yang luar biasa baik dari pihak agama maupun dari pihak pemerintah tetapi api Kristus yang telah menuntun masuk itu tetap memberi semangat pantang menyerah bagi mereka. Walau menghadapi tantangan sebesar dan seberat apa pun mereka tetap teguh beriman karena yakin jalan yang mereka pilih ini adalah yang mengantar mereka ke dalam terang. (KA)
Atikel lainnya:
Misa di Manasamang; Mensyukuri Rahmat Iman
Misa di Manasamang; Mensyukuri Rahmat Iman
Terima kasih telah berkunjung, semoga bermanfaat.
Jika anda berkesan atau ingin berbagi informasi, tinggalkan komentar di bawah.
Jika anda berkesan atau ingin berbagi informasi, tinggalkan komentar di bawah.
Tuhan memberkati.