Kontroversi Logo Tahun Yubileum 2025
Vatikan telah merilis logo tahun Yubileum (Jubilee/Yobel) 2025 pada bulan Juni 2022 yang lalu, dalam konferensi pers yang diadakan pada hari Selasa (14/6/2022) di Sala Regia, Istana Apostolik Vatikan. Dikutip dari Vatican News, pada kesempatan itu, Uskup Agung Rino Fisichella, mengungkapkan bahwa logo dipilih langsung oleh Paus Fransiskus. Logo tersebut adalah karya dari Giacomo Travisani asal italia. Ia juga menuturkan bahwa sebanyak 294 entri diterima dari 213 kota dan 48 negara yang berbeda berpartisipasi dalam kompetisi pembuatan logo tersebut termasuk di anataranya adalah anak-anak yang membuat logo dengan menggambarnya langsung.
Lihat juga: Gereja bersiap rayakan Tahun Yubileum 2025
Pada tanggal 11 Juni 2022, Uskup Agung Fisichella menyerahkan tiga proyek akhir kepada Paus Fransiskus untuk memilih salah satu yang paling berkesan baginya."Setelah melihat proyek beberapa kali dan mengungkapkan preferensinya, proyek Giacomo Travisani dipilih," kata Uskup Agung Fisichella.
Kontroversi datang dari berbagai penjuru dunia
Setelah logo resmi Tahun Yobel 2025 itu dirilis, muncul beragam tanggapan dari berbagai penjuru dunia yang memicu kontroversi. Hal utama yang disoroti pada logo tersebut adalah adanya simbol pelangi pada logo tersebut di mana simbol pelangi pada saat ini sudah diidentikkan dengan kaum gay dan lesbian, yaitu mereka yang memilih untuk berorientasi pada perilaku seks menyimpang. Kaum ini lebih dikenal dengan sebutan LGBTQ+ (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Queer dan lain-lain).Lihat juga: Mentri Agama bertemu Paus Fransikus, undang Paus ke Indonesia
Tentang simbol pelangi yang identik dengan kaum gay tersebut bukanlah sesuatu hal yang baru. Dikutip dari Wikipedia, bendera pelangi dirancang oleh Gilbert Baker di San Fransisko, AS pada tahun 1978. Varian paling umum terdiri dari enam strip dengan warna merah, jingga, kuning, hijau, biru dan violet. Bendera tersebut umumnya dikibarkan secara horizontal dengan strip merah di bagian atas.Makna Logo Tahun Yubileum 2025
Bagaimana dengan logo Tahun Yobel 2025 dan apa hubungannya dengan simbol kaum gay?Logo Tahun Yobel 2025 menunjukkan empat figur bergaya untuk menunjukkan seluruh umat manusia dari empat penjuru bumi. Mereka saling merangkul satu sama lain, menunjukkan solidaritas dan persaudaraan yang harus menyatukan bangsa. Keempat figur tersebut divisualisasi menggunakan 5 varian warna dimulai dari merah lalu gradasi jingga-kuning, kemudian hijau dan lalu biru. Sosok pertama yang berwarna merah berpegang teguh pada Salib. Menurut perancang logo tersebut, sosok yang memegang salib itu adalah Paus Fransiskus.
Lihat juga: Mgr. Petrus Turang rayakan 25 tahun tahbisan Uskup
Lebih lanjut tentang makna dari logo tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Giacomo Travisani, yang hadir dalam konfrensi pers itu, merefleksikan apa yang memotivasi penyerahannya. Dia mengatakan bagaimana dia membayangkan semua orang bergerak maju bersama, mampu maju "berkat angin Harapan yaitu Salib Kristus dan Kristus sendiri." Ombak yang mendasarinya berombak untuk menunjukkan bahwa ziarah kehidupan tidak selalu di perairan yang tenang. Karena seringkali keadaan pribadi dan peristiwa dunia membutuhkan rasa harapan yang lebih besar.Logo Tahun Yubileum 2025 |
Gambar tersebut menunjukkan bagaimana perjalanan peziarah tidak individual, melainkan komunal, dengan tanda-tanda dinamisme yang semakin bergerak menuju Salib.
Sementara Uskup Agung Fisichella menambahkan bahwa penggambaran Salib yang tidak statis tetapi dinamis, membungkuk ke arah dan bertemu umat manusia seolah-olah tidak meninggalkannya sendiri, melainkan menawarkan kepastian kehadirannya dan kepastian harapan.
Siapakah Giacomo Travisani, si perancang logo?
Dikutip dari Church Militant, Giacomo Travisani adalah seorang praktisi New Age, terapi pijat sensual dan penyembuhan. Ia mempunya halaman Facebook pribadi yang mencantumkan nomor ponsel di mana nomor tersebut telah diidentifikasi sama dengan nomor ponsel yang tertera di sebuah situs gay. Nomor tersebut mengiklankan, dalam bahasa Italia, "pijat cantik untuk pria lajang, pasangan ... di rumah." Dalam deskripsi, pengiklan menggambarkan dirinya sebagai "pemijat yang baik, berkulit gelap, imut, laki-laki, melakukan hanya di rumah, pijat anti-stres hanya untuknya atau pasangan" yang menawarkan "50 menit relaksasi, kesejahteraan, dan kesenangan intens." Ketika kontroversi mengenai logo ini mulai menguat, ia menghapus akun Facebook tersebut.Masih dari sumber yang sama, seorang politisi dan penulis Katolik bernama Mario Adinolfi secara blak-blakan menuduh perancang logo itu adalah seorang homoseksual. “Seseorang tidak bisa tidak terpesona oleh penggunaan warna pelangi yang percaya diri di jantung logo,” imbunya.
Logo yang memalukan
Umat Katolik di media sosial mengolok-olok logo itu dengan mengatakan bahwa karya itu "kekanak-kanakan" dan dihubungakan dengan warna bendera pelangi yang identik dengan homoseksualitas dan menyebutnya sebagai “clipart memalukan, kemunduran mental dan kerdil secara emosional.”“Di mana-mana desain pelangi pada bendera dan warnanya sudah mengasosiasikan logo dengan mode kebanggaan kaum gay saat ini,” ungkap sejarawan seni Inggris terkemuka Caroline Kaye kepada Church Militant.
Kaye, yang juga adalah seorang sarjana dalam studi biblika dan agama ini mengatakan bahwa orang tidak bisa tidak terganggu dengan penggunaan warna pelangi dominan di jantung logo. Menurutnya, empat sosok dalam logo ini adalah sosok pelangi berjubah, misterius dan anonim.
Tentang lingkaran pecah pada logo tersebut yang dipotong oleh ujung ekor gelombang biru tipis dan salib bengkok, ia beropini, seharusnya logo menunjukkan lingkaran holistik untuk mewakili kasih Tuhan yang tak terbatas dan tidak pernah berakhir. Namun, tambahnya, salib yang bengkok mungkin menawarkan petunjuk untuk referensi yang belum diakui namun terang-terangan oleh pihak Vatikan.
Lebih lanjut, sejarawan seni ini juga mengeluhkan kualitas desain yang buruk. Ia menjelaskan bahwa logo itu sendiri tampak agak kurang dikerjakan, seperti desain yang belum final. “Di manakah keindahan atau kualitas hiasan yang diharapkan dalam sebuah desain yang dipilih untuk mewakili kasih Tuhan dan hati Katolik?” Tanya Kaye sembari melanjutkan bahwa orang akan bertanya-tanya lebih jauh, mengingat akan kekayaan koleksi seni Vatikan, dari mana desainer pemenang mendapatkan inspirasinya?